Hari ini tanggal 22 Desember, Indonesia merayakan Hari Ibu. Disadari atau tidak peranan ibu sangatlah penting dalam membentuk kepribadian & tumbuh kembang anak.
Walaupun saya belum menjadi Ibu, tapi saya suka sekali melihat acara talkshow di TV terutama tentang tumbuh kembang anak. Pas taggal 10 Desember malam, saya melihat acara "Ruang Keluarga" di Daai TV kebetulan temanya berhubungan dengan anak. Temanya "Mengoptimalkan Perkembangan Kognitif Anak". Seperti biasanya saya rekam biar bisa saya share di blog ini.

Kali ini narasumbernya seorang Psikolog Anna Surti Ariani MSi., Psi
Mungkin  bagi sebagian keluarga Indonesia dirumah masih agak apa si kognitif?
Kalau kita berbicara tentang perkembangan psikologis sebetulnya kita berbicara tentang beberapa domain atau aspek perkembangan, tidak hanya perkembangan kognitif, tetapi ada perkembangan fisik menyangkut perkembangan motorik, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, emosi dan sosial.
Perkembangan kognitif bisa disederhanakan sebagai kecerdasan anak, tapi lebih tepat cara berpikir anak, karena kita melihat bahwa dari pengamatan maupun dari penelitian atau dari segala macam cara ternyata nih kalo ank 0-2 thn cara berpikirnya berbeda dengan anak dengan 2-7 tahun, berbeda lagi dengan sekitar 7-11 12 tahun, nanti ketika dia usia remaja usia 11-12 udah berbeda lagi cara berpikirnya. Perbedaan cara berpikir itu yang nanti kita bahas soal perkembangan kognitif.

Seberapa penting si orang tua untuk paham umur 0-2 tahun anak itu melakukan sesuatu sebagai apa, usia atasnya seperti apa? seberapa penting orang tua harus paham setiap rentan tahapnya dalam memperlakukan anak dalam keseharian?

Orang tua perlu tahu, karena ada beberapa keunikan yang kadang-kadang kita pikir sepertinya bisa begini, tapi ternyata nggak bisa. Kalau kita nggak memahami kita salah menerapi /treatment anak ini. Jadi contohnya gini seorang anak usia 2-7 tahun ketika kita telpon dia dari kantor nih misal kita kangen banget kan sama anaknya "Hallo sayang apa kabar? Kamu udah makan belum?" Anak di ujung telepon diam saja. Ternyata waktu kita tanya ke neneknya atau pengasuhnya ternyata nggak koq, nggak diem aja, dia mengangguk-angguk. Anak ini sebetulnya mengalami yang kita sebut sebagai egosentrisme, egosentrime jangan dipikir sebagai egois, tapi itu ketidak pahaman dia bahwa sudut pandang orang lain itu bisa berbeda dengan dia, dia itu nggak ngerti orang tuanya di ujung telepon nggak bisa lihat dia yang lagi mengangguk-angguk, dia itu berpikir harusnya saya menganguk-angguk orang tua lihat doang dari ujung telepon. Kalau kita tidak menyadari adanya keterbatasan ini, bisa jadi kita marah-marah. "Kamu gimana si? udah ditelpon sama mama? pulsa mama abis tapi kamunya diem aja, anak yang nggak berbudi." Bisa panjang nanti ceritanya kalo orang tua tidak memahami ini.
Dengan orang tua tahu masing-masing tahapannya seperti apa, orang tua bisa memberikan penanganan yang lebih tepat dalam setiap situasinya.

Tahap perkembangan kognitif terbagi dalam apa saja?
Yang berbicara tentang perkembangan kognitif ada banyak sekali ahlinya, tapi kita sebutlah 1 nama yang luar biasa sekali namanya Piaget, awalnya mengobservasi anaknya, anaknya lagi main dia lihatin, anaknya lagi nangis dia amati. 
Dari pengamatan yang terstruktur, kemudian dia mengembangkan teori ini
anak umur 0-2 tahun dalam tahap perkembangan sensorik motor
umur 2-7 tahun tahap pra operasional
7-11/12 tahun tahap concrete operation
diatasnya tahap formal operation itu usia remaja dan dewasa

Sensorik motor (0-2 tahun)

Artinya semua yang dipahami anak berasal dari sensori atau inderanya dari matanya, hidungnya, dari lidahnya, dari kulitnya, dari telinganya juga dari gerakan motoriknya.
Seperti apa bentuknya? klo anak melihat sesuatu baru dia ngerti, kalau dia memegang sesuatu baru dia ngerti.

Jadi kita perhatikan anak umur 0-2 tahun semua dipegang, semuanya masuk mulut, semuanya diperhatikan baik-baik dipegang pegang lalu dibanting, ini bukan masalah dia ngeselin atau dia nggak nurut tapi cara dia memahami dunia lewat sensorik dan lewat gerakan motoriknya.

Disini kadang2 juga ada masalah nih, koq si anak jadi nempel banget sama mamanya, mamanya mau ke toilet anaknya nangis kejer (nangis keras/kencang), mamanya dipegangi, atau maunya digendong terus. Biasanya hal ini membuat mamanya pusing.
Tapi biasanya kalau dalam tahap ini anak belum menyadari bahwa sebuah objek dalam hal ini mamanya tetap ada walaupun dia tidak ada. Jadi dia berpikir kalau mamanya tidak ada dari matanya maka mamanya hilang, itu sungguh mengerikan buat anak umur 0-2 tahun, sehingga  saat mamanya tidak ada dimatanya anak itu dia berpikir "oh itu sungguh mengerikan, ayo kembalikan mamaku!" makanya dia nangis kencang.

Begitu kita memahami o dia itu nggak tahu bahwa saya itu tetap ada, maka yang kita lakukan ketika kita menjauh dari dia kita tetap bersuara, sebentar nak tunggu, ni mama lagi mau ambil minum. Mama sedang tuang airnya, ni mama bawa gelasnya ke dapur, eh ketemu lagi kita. Buat anak oh ada suaranya, oh mamanya tetap ada, itu yang menenangkan dia.

Pra Operasional Concreate(2-7 tahun)

Dari sekitar 2-7 tahun ada ciri yg khas pada anak-anak, yaitu mengalami apa yang kita sebut centration atau menyentral, jadi dia bisa ngertiin sesuatu dari 1 sudut pandang saja belum bisa mengerti dari sudut pandang yang berbeda.
Contohnya kalau misalnya didepan rumah  miring, kalau kita melihat dari bawah kita bilangnya itu tanjakan, kalau kita dari atas kita bilang itu turunan. Nah anak bingung itu kan tanjakan, si mama bilang iya bisa tanjakan bisa turunan. Nggak itu kan tanjakan, kata si anak. Bisa berantem tuh kalau ngotot-ngototan seperti itu. Hal ini bisa terjadi karena anak belum bisa memahami dua sifat sekaligus dalam satu benda. Makanya pada anak usia ini kadang-kadang terjadi kekakuan-kekakuan yang mungkin bisa bikin berantem.

Contohnya kita bawa 1 botol jus kesukaan dia, mau kita bagi rata, papanya dapet, mamanya dapet, dia dapet. Terus anaknya bilang aku mau 1 botol, oke kamu dapat satu botol nak. Ayo kita tuangkan kegelasnya, trus dia marah, "koq jadi lebih si mama!" Mamanya bilang : "nggak nak, ini sama. Dituangkan dari botolnya penuh dituangkan sampai tidak ada sisanya lagi nak." Anaknya bilang : "tapi jadi lebih sedikit, tadi di botol lebih banyak!" Kenapa terjadi seperti itu, anak tidak bisa memahami satu benda yang sama bisa berubah bentuk, yang tadinya di botol tinggi ketika ditaro di gelas sebenarnya volumenya sama aja, tapi karena lebih pendek anak melihatnya lebih sedikit jadi anak tidak suka.
Daripada kita ya udah minum pake botol saja, bukan mempertahankan kekakuan si anak, tapi kita tunjukkan bahwa dunia itu fleksibel. Kita bisa mencontohkan dari gelas kita tuangkan lagi ke botol. Dari Botol kita tuangkan lagi ke gelas, atau bisa juga kita ajak dia bereksperimen tuang air dari satu emper ke ember yang lain. Biar anak mengerti airnya sama aja, cuma tempatnya aja yang berbeda.

Beberapa kekakuan ini terjadi pada anak 2-7 tahun, seringkali membuat mamanya bilang koq ini anak susah banget si? ya memang susah karena anak belum ngerti. Kuncinya mau nggak mau ya harus sabar. Orang tua harus menjelaskan, tapi kadang ada orang tua yang enggan berdebat dengan anak atau tak punya waktu membiarkan anak dengan kekakuannya. Apakah ada pengaruhnya terhadap perkembangan psikologi lainnya?

Anak yang tetap dibiarkan pada kekakuannya, berarti anak tidak terlalu membuka dirinya pada fleksebilitas dunia, pada beragamnya variasi yang ada ,jadi cenderung menjadi anak yang lebih agak kaku, nantinya ketika besar menjadi lebih sulit beradaptasi dari lingkungan yang berbeda dengan dirinya. Padahal kan kita nggak bisa memastikan bahwa anak kita selalu bersama kita, nanti dia akan punya perpindahan-perpindahan yang macam-macam mulai dari masuk TK, nanti masuk SD, SMP gurunya berbeda lagi temannya juga berbeda lagi, nantinya sampai dewasa. Itu semua kalau dibiarkan justru kasihan, anaknya tidak belajar untuk beradaptasi.

Concrete Operational (7-11/12 tahun)

Kita tahu usia ini anak masuk SD, sebetulnya dia lebih bisa mengerti sudut pandang orang lain. Dia sudah bisa mengurutkan, misal dari 1 2 3 4 5 dan seterusnya, ketika anak sudah  bisa mengurutkan maka kemudian tahap berikutnya dia bisa berhitung dan menggunakan beberapa operasi matematika.
Artinya pemahamannya lebih kompleks.

Formal Operation (diatas 12 tahun)

Anak sudah masuk SMP, sudah lebih canggih cara berpikirnya. Sudah lebih abstrak maksudnya kalau kita bilang ke anak kecil gelas, kita harus menunjukkan gelasnya, kalau anak  2-7 tahun kita bisa bilang gelas dia terbayang gelas karena dia pernah pegang, kalau anak usia remaja ini tinggal bilang aja misalnya gelas dirumah kita ada berapa ya kira-kira? maka anak bisa membayangkan dan mulai mengitung, walaupun dia tidak melihat saat itu.
Pelajaran anak SMP lebih kompleks.

Ada penelepon dari Ibu Yuli dari Bekasi
Anak saya umur 4,5 tahun sudah TK A, ada satu seragam yang dia suka sekali. Jadi tiap mau sekolah anaknya nggak mau pake seragam yang lain, saya sudah mencoba menjelaskan ke anak saya kalau di sekolah itu kan sama-sama, sekolah itu bukan milik kita. Bagaimana caranya yang tepat untuk kasi tahu ke anak?

Jawaban Psikolog
Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan kita bisa bilang
Nggak nak, hari ini bajunya yang ini, besok yang itu. Bisa juga anak diajak juga mencuci bajunya, oh itu bajunya masih basah, belum kering, tidak ada yang menyetrika, mama baru sempat menyetrika nanti siang, jadi kamu harus pake baju itu. Jangan lupa negonya malam hari, jangan di pagi hari. Besok mau pake baju apa? aku mau pake baju itu aja, oh itu bajunya belum kering sayang. Baju yang dipake besok kita siapkan malam ini, jadi anak punya persiapan mental bahwa besok baju yang dipake adalah baju yang dipersiapkan malam ini. 
Jika kita sudah menerapkan aturan ini, walaupun anaknya nangis, ngamuk, santai saja nggak usah dimarahi bilang aja o nggak nak, tetap pakai baju ini. aku nggak mau pake baju ini! o nggak nak, tetap baju ini. aku nggak mau!aku nggak suka! o nggak nak, tetap baju ini.
Ajak anaknya ke sekolah, jangan lupa dipuji puji kamu keren juga lho pake baju ini.

Pada setiap tahapan apakah ada stimulus-stimulus yang harus diberikan?
0-2 tahun pemahaman lewat inderanya, kita harus mengajak dia banyak bergerak, menyentuh, merasa dengan lidahnya, jangan kasi anak makan itu-itu aja, jangan biarkan anak nonton tv saja, tapi gerakannya harus variatif, dia boleh memanjat, boleh berlari tapi harus ada pengawasan dari orang tua
2-7 tahun gerakan masih dibutuhkan, tapi juga banyak dibutuhkan stimulasi lain,  misal dikenalnya tentang warna, bentuk
7-11 anak diberikan kesempatan mengeksplorasi apapun, anak bisa dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan rumah tangga sehingga anak bisa mengerti banyak hal
>11 tahun, diusia setelahnya pemikiran kan udah abstrak, ini kita manfaatkan dengan banyak berdiskusi, banyak banyaklah kita ngobrol, banyak-banyaklah berdiskusi, banyak-banyaklah bertanya, dan orang tua mendengarkan, bukan kita yang cerewet lagi ngomong, saatnya mendengarkan pendapat anak tentang dunianya, penilaian anak tentang orang tuanya, dan lain sebagainya.

Setiap anak mengalami tahapan ini, tetapi terkadang orang tua tidak menyadarinya. Termasuk anak yang memiliki kebutuhan khusus.

Tips mengembangkan kognitif pada anak

Stimulasi bermain, agar perkembangan kognitif anak berlangsung secara maksimal berikanlah pilihan kegiatan atau sarana prasarana yang mendukung perkembangan anak, permainan edukatif, dan juga kegiatan-kegiatan kreatif lainnya seperti permainan gerak, permainan peran, permainan problem solving, permainan bentuk bisa jadi pilihan.

Pemberian tugas, berikan tugas-tugas yang ringan pada buah hati Anda dengan petunjuk yang jelas. Pemberian tugas akan memberikan kesempatan anak untuk memahami dan melaksanakan petunjuk selain itu anak juga akan belajar mengingat.

Metode tanya jawab, seringlah memberikan pertanyaan pada anak dan berikan waktu anak untuk menjawab pertanyaan Anda, metode ini bisa menstimulus kemampuan berbahasa secara reseptif dan ekspresif.

Becerita dan mendogeng, bercerita dan mendongeng secara rutin akan mengajak anak untuk berimajinasi sehingga kecerdasan anak akan meningkat.

Belajar musik, musik memberikan nutrisi pengembangan pikiran, belajar  dan bermain musik ritmis akan meningkatkan gelombang pada otak yang akan berpengaruh pada kecerdasan.

Pola asuh, pola asuh berperan dalam membentuk kecerdasan anak, Pola asuh yang terbuka dan sportif akan  mendukung potensi anak berkembang secara maksimal.

Mengembangkan keunikan anak, setiap anak adalah pribadi yang unik, orang tua harus jeli untuk melihat dan mengembangkan keunikannya sehingga bisa jadi keunggulan dan keunikan pribadi.